Menyambut kedatangan Santri Baru
Menjadi Santri adalah jalan untuk menjadi Pewaris Nabi
Senin, 2025-07-14 | 09:41:10


Santri adalah orang yang belajar agama Islam di pesantren atau lembaga pendidikan Islam lainnya. Secara lebih luas, santri juga bisa merujuk pada orang yang mendalami agama Islam dan beribadah dengan sungguh-sungguh, atau orang yang saleh. Istilah santri sering dikaitkan dengan kehidupan keberagamaan yang taat pada ajaran Islam.
Adapun menurut Nurcholish Madjid dalam buku Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999), santri diartikan sebagai kosakata dari bahasa Jawa dari kata 'cantrik'. Kata 'cantrik' artinya "orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya'.
Terlepas dari arti dan makna kata Santri itu sendiri, seorang Santri itu identik dengan mengaji. Mengaji adalah sebuah proses untuk mendapatkan nilai luhur dari apa yang dipelajari.
Al-Imam Asy-Syafi'i bertutur dalam sebuah syairnya :
أخي لن تنال العلم إلا بستة # سأنبيك عن تفصيلها ببيان
ذكاء وحرص واجتهاد وبلغة # وصحبة أستاذ وطول زمان
"Saudaraku, engkau takkan pernah memperoleh ilmu kecuali dengan 6 syarat, yang akan aku jelaskan padamu secara terperinci : kecerdasan, rasa keingintahuan yang besar, kesabaran, modal atau bekal, bimbingan guru, dan waktu yang panjang".
√ Syarat Pertama, cerdas dengan semangat tinggi.
Setiap kita memiliki kecerdasan dengan tarafnya masing-masing. Hanya saja, semangat dalam keingintahuan kita yang berbeda-beda.
√ Syarat Kedua, rasa ingin tahu yang besar sehingga tidak pernah puas dan terus mencari ilmu sepanjang hayat.
Dengan dasar kecerdasan yang setara, kesuksesan dalam mendapatkan ilmu biasanya merujuk pada rasa keingintahuan pada masing-masing individu.
Semakin tinggi rasa ingin tahu seorang santri, maka semakin haus ia akan ilmu, dan pada akhirnya maka akan semakin ghiroh(semangat)-nya dalam memperoleh ilmu tersebut.
√ Syarat Ketiga, gigih dan pantang menyerah, berani melalui jalan sulit dan berliku.
Seorang santri akan mendapatkan ilmu yang luas apabila memiliki niat yang kuat, kesabaran, dan kegigihan.
Mendaki jalan ilmu tidak bisa dicapai dengan hanya mengandai-andai. Hal itu dijelaskan dalam sebuah poem berbahasa Arab :
لَوْكَانَ نُوْرُ الْعِلْمَ يُدْرَكُ بِالْمُنَى # مَاكَانَ يَبْقَى فِى الْبَرِيَّةِ جَاهِلٌ
إِجْهَدْ وَلاَ تَكْسَلْ وَلاَ تَكُ غَافِلاً # فَنَدَامَةُ الْعُقْبَى لِمَنْ يَتَكَاسَلُ
"Seandainya cahaya ilmu itu didapatkan dengan angan-angan # Niscaya tiadalah orang-orang yang bodoh itu berkekalan dibumi ini"
"Bersunggsuh-sungguhlah, janganlah engkau malas, dan janganlah pula engkau lalai # Karena penyesalan itu milik orang yang bermalas-malasan"
√ Syarat Keempat, Punya modal atau bekal.
Seorang santri, selain wajib memiliki modal kecerdasan dan kegigihan dalam mendaki jalan ilmu, bekal berupa finansial yang cukup juga penting. Hal ini disebabkan oleh mahalnya biaya pendidikan, serta biaya oprasional yang semakin tinggi. Pemenuhan gizi dan vitamin yang cukup, dewasa ini dianggap tidak kalah penting dalam menunjang kecerdasan anak.
√ Syarat Kelima, bimbingan guru yang menunjukkan jalan kesuksesan, keselamatan dan keberkahan.
Bimbingan Guru merupakan hal yang paling krusial dalam mengaji. Seperti yang kita sadari, di era kemajuan teknologi yang pesat terlebih dengan adanya kecerdasan buatan (AI : Artificial Intelligence) ini, rasanya ilmu dan pengetahuan adalah hal yang mudah untuk didapatkan.
Namun dalam pandangan Islam sesuai dengan tradisi keilmuan para Ulama dan Cendikiawan Muslim dari masa ke masa, transfer ilmu itu tidak cukup hanya sekedar memindahkan pengetahuan dari buku dan teks saja.
Lebih penting dari itu adalah ikatan emosional yang dibangun antara Guru dan Murid serta mata rantai keilmuan yang bersambung sampai Rasulullah Muhammad.
Itulah yang disebut dengan Sanad!, sanad itulah yang mampu menjaga orisinalitas ajaran Rasulullah Muhammad. Sanad itulah yang dapat menjadi batasan, agar setiap kita berbicara dan meriwayatkan ajaran agama ini dengan benar dan tak serampangan.
Abdullah bin Mubarak berkata :
إن الإسناد من الدين، ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Sanad itu bagian dari agama. Kalau lah tidak ada ilmu sanad, pasti siapaun bisa berkata seenaknya sendiri.”
Inilah penting dan istimewanya menjadi santri, mengaji kepada para Ulama yang kompeten dan memiliki sanad keilmuan yang bersambung hingga Ulama Salaf dan berujung pada Rasulullah Muhammad.
√ Syarat Keenam, waktu yang lama dalam menuntut ilmu.
Syarat terakhir ucap Imam Asy-Syafi'i adalah waktu yang lama dan proses yang panjang.
Alkisah ada Seorang Spiritualis Muslim bernama Hatim Al-Asham bersama Gurunya yang juga Seorang Spiritualist Muslim terkemuka di zamannya Syaqiq Al-Balkhi. Singkatnya setelah dirasa lama berguru, Syaqiq bertanya kepada Hatim, muridnya : Hatim, berapa tahun engkau mengaji? 33 tahun wahai Tuan Guru, jawab Hatim kepada Gurunya. Bayangkanlah, 33 tahun Hatim mengaji dibawah kaki gurunya Syaqiq selama 33 tahun!!
Guru Besar Ilmu Hadits Al Azhar, Prof. Dr. Syaikh Ahmad Ma'bad Abdul Karim berujar :
"Dulu, para ulama belajar puluhan tahun untuk berbicara 30 menit. Sedangkan sekarang, belajar 30 menit untuk berbicara seumur hidup."
Oleh sebab itulah seorang santri harus berproses panjang dalam menggapai cita yang didambanya. Terlebih, Para Santrilah yang akan menjadi kader para Ulama di masa depan. Jika bukan Santri, siapakah yang akan menjadi Ulama?, dan jika bukan Ulama, maka siapakah pewaris para Nabi?
Diriwayatkan dari Abud-Darda’, Rasulullah Muhammad bersabda :
وإن العلماء ورثة الأنبياء، وإن الأنبياء لم يورِّثوا دينارا ولا درهما، وإنما ورَّثوا العلم، فمن أخذه أخذ بحظ وافر.
“Sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para nabi. Dan para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham. Akan tetapi, mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak.”
Oleh karena itu wahai para Santri, mengajilah dengan semangat! Dan siapkan dirimu untuk menjadi Pewaris para Nabi!