Dunia Islam

Meneladani Sifat Rasulullah SAW.

Pernahkah Rasulullah SAW Berbohong?

Rabu, 2025-03-12 | 23:47:15




Avatar

Pernahkah Rasulullah S.A.W Berbohong?

Faiz Ahmad Rizqy  – Daarul Rahman News

Jakarta Jika kita berbicara tentang berbohong, maka berbohong adalah perbuatan dosa. Setiap agama melarangnya, begitu juga dengan Islam. Sampai sampai disebutkan bahwasanya :  "رأس الذنوب الكذب". Yang artinya: “Pangkal dari segala dosa dosa ialah berbohong”. Dan Allah Subhanahu wa ta'ala pun sangat benci dengan orang yang berbohong. Sebab Islam adalah agama yang menjunjung tinggi kejujuran. Allah Subhanahu wa ta'ala telah berkali-kali memerintahkan dalam Al-Quran agar umat-Nya menerapkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, orang yang suka berdusta dan sering berbohong disebut sebagai mereka yang tidak beriman kepada-Nya.

 

Dalam Surah An-Nahl ayat 105, Allah SWT berfirman:

 

إِنَّمَا يَفْتَرِى ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ

 

Artinya: Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.

 

Dalam hadits pun, Rasulullah S.A.W memberitahu bahwasanya berbohong merupakan salah tanda kemunafikan. Rasulullah S.A.W bersabda:

)( آية المنافق ثلاث : إذا حدث كذب ، وإذا وعد أخلف ، وإذا اؤتمن خان )(

((“Tanda tanda orang Munafiq itu ada 3 : Apabila ia berbicara ia berbohong, apabila ia berjanji ia ingkar, dan apabila ia dipercaya ia berkhianat”))

 

Lalu muncul pertanyaan : lantas apakah Rasulullah sendiri pernah berbohong?

Terkait pertanyaan ini, ada sebuah kisah di perang Badar:

 الرَّسُولُ ﷺ يَقُومُ بِعَمَلِيَّةٍ اسْتِكْشَافِيَّةٍ: *

وَهُنَاكَ وَقَرِيبًا مِنْ بَدْرٍ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِعَمَلِيَّةِ اسْتِكْشَافٍ مَعَ رَفِيقِهِ في الغَارِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، يَسْأَلَانِ عَنْ قُرَيْشٍ، فَوَقَفَا عَلَى شَيْخٍ مِنَ العَرَبِ، يُقَالُ لَهُ: سُفْيَانُ الضَّمْرِيُّ، فَسَأَلهُ الرَّسُولُ ﷺ عَنْ قُرَيْشٍ وَعَنْ مُحَمَّدٍ وَأَصْحَابِهِ وَمَا بَلَغَهُ عَنْهُمْ، فَقَالَ الشَّيْخُ: لَا أُخْبِرُكُمَا حَتَّى تُخْبِرَانِي مِمَّنْ أَنْتُمَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِذَا أَخْبَرْتَنَا أخْبَرْنَاكَ» قَالَ: أَذَاكَ بِذَاكَ؟ قَالَ ﷺ: «نَعَمْ»، قَالَ الشَّيْخُ: فَإِنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّ مُحَمَّدًا وَأَصْحَابَهُ خَرَجُوا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا، فَإِنْ كَانَ صَدَقَ الذِي أَخْبَرَنِي، فَهُمُ اليَوْمَ بِمَكَانِ كَذَا وَكَذَا، لِلْمَكَانِ الذِي بِهِ رَسُول اللَّهِ ﷺ، وبَلَغَنِي أَنَّ قُرَيْشًا خَرَجُوا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا، فَإِنْ كَانَ الذِي أَخْبَرَنِي صَدَقَنِي فَهُمُ اليَوْمَ بِمَكَانِ كَذَا وَكَذَا، لِلْمَكَانِ الذِي بِهِ قُرَيْشٌ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ خَبَرِهِ، قَال: مِمَّنْ أَنْتُمَا؟ فَقَال رَسُول اللَّهِ ﷺ: «نَحْنُ مِنْ مَاءٍ» ثُمَّ انْصَرَفَ عَنْهُ، قَالَ الشَّيْخُ: مَا مِنْ مَاءٍ؟ أَمِنْ مَاءِ العِرَاقِ؟ ثُمَّ رَجَعَ رَسُول اللَّهِ إِلَى أَصْحَابِهِ.

{ اللؤلؤ المكنون في سيرة النبي المأمون «دراسة محققة للسيرة النبوية»

من بداية غزوة بدر الكبرى إلى نهايتها * الرسول ﷺ يقوم بعملية استكشافية }

Di sana, di dekat Badar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan pengintaian bersama sahabatnya Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu, untuk menanyakan (mencari tahu) tentang suku Quraisy.

Lalu mereka bertemu dengan seorang orang tua Arab bernama Sufyan al-Dhammari, Nabi bertanya kepadanya tentang Quraisy, Muhammad dan para sahabatnya dan apa yang telah sampai kabarnya kepada orang tua tersebut tentang mereka.

Orang tua itu berkata, “Aku tidak akan memberitahumu sampai kamu memberitahuku dari mana asalmu,” dan Rasulullah S.A.W bersabda, “Jika kamu memberitahuku, kami akan memberitahumu,” Orang tua itu berkata, ‘Benarkah demikian?’ Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda: “Ya,”.

Kata Orang tua itu : “Aku telah mendengar bahwa Muhammad dan para sahabatnya keluar pada hari ini dan itu, maka jika orang yang memberitahuku benar, mereka hari ini berada di tempat ini dan itu (di tempat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berada).

Dan aku telah mendengar bahwa orang-orang Quraisy keluar pada hari ini dan itu, maka jika orang yang memberitahuku benar, mereka hari ini berada di tempat ini dan itu (di tempat orang-orang Quraisy berada).”

Setelah ia selesai menyampaikan berita, ia bertanya “Dari mana kalian berasal?” Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab: “Kami berasal dari air.” kemudian Rasulullah & Abu Bakar langsung pergi meninggalkan orang tua itu. lalu Orang tua itu berkata : “Air apa, apakah maksudnya (mata) air Irak?” Kemudian Rasulullah kembali kepada para sahabatnya.

(Sumber: Kitab Al – lu’lu’ Al – Maknun Fii Siiroh An Nabiyy Al Ma’mun)

Maksud Rasulullah kata “Air” disini adalah air yang merupakan asal muasal manusia (Air Maniy).

Dari kisah di perang Badar ini, mungkin Sebagian orang akan beranggapan bahwa Nabi Muhammad S.A.W berbohong, apalagi di suatu hadits, Rasulullah sedikit memberikan rukhshoh berbohong dalam hal perperangan.

Tapi, apakah benar Rasulullah S.A.W berbohong?

Jawabannya adalah : TIDAK!

Mengapa demikian? karena para Nabi dan Rasul memiliki 4 Sifat Mustahil, salah satunya adalah “الكذب  “ (Berbohong). Apalagi Nabi Muhammad yang posisinya menyandang gelar Sayyidul anbiyaa’ wal Mursalin (Pemimpin para Nabi dan Rasul).

Lantas Bagaimana dengan cerita perang badar diatas?

Didalam salah satu ilmu seni Bahasa Arab, yaitu ‘ilmu Balaaghoh terdapat istilah “Tawriyah”.

Apa itu Tawriyah?

Didalam Kitab Al Balaaghoh Al Waadhihah disebutkan pengertian Tawriyah, yaitu:

التَّوْرِيَّةُ : أَنْ يَذْكُرَ الْمُتَكَلِّمُ لَفْظًا مُفْرَدًا لَهُ مَعْنَيَيْنِ : قَرِيْبٌ ظَاهِرٌ غَيْرُ مُرَادٍ, وَبَعِيْدٌ خَفِيٌّ هُوَ الْمُرَادُ.

Tawriyah adalah : Penyebutan yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu lafadzh yang Mufrod, yang memiliki 2 Arti: Yaitu 1. arti yang dekat, jelas, tapi tidak menjadi arti yang dimaksud, dan 2. arti yang jauh, tersembunyi dan arti itulah yang dimaksud”.

Dan didalam kitab Al – lu’lu’ Al – Maknun Fii Siiroh An Nabiyy Al Ma’mun, di halaman yang menceritakan kisah perang Badar diatas, terdapat catatan kaki sebagai berikut:

«نَحْنُ مِنْ مَاءٍ» : هذه تَوْرِيَةٌ من الرسول ﷺ، والتورِيَة: هي أن يذكر شيئًا ويُريد غيره، يقال: ورَّيْت الخبر أُورَّيه توريةً : إذا سترته وأظهرت غيره. انظر لسان العرب (١٥/ ٢٨٣).

قلتُ: وإنما قصد الرسول ﷺ بقوله: (من ماء) أنه مَخْلُوق من ماء، وليس في هذا خلاف الحقيقة.

“Ucapan Nabi : (kami berasal dari air) : Ini adalah Tawriyah dari Rasul S.A.W. Dan Adapun Tawriyah adalah: Menyebutkan sesuatu akan tetapi yang dimaksud adalah sesuatu yang lain, dikatakan : ورَّيْت الخبر أُورَّيه توريةً : إذا سترته وأظهرت غيره, artinya : Saya menutupi suatu pernyataan dan saya menampakkan arti lain dari pernyataan tersebut. {Lihat Lisaanul 'Arab (15/283)}

Dan saya (Pengarang Kitab Al – lu’lu’ Al – Maknun Fii Siiroh An Nabiyy Al Ma’mun) berpendapat: Sesungguhnya Maksud nabi dari ucapan “Dari Air” adalah “diciptakan dari air”. Dan pernyataan ini tidak bertentangan dengan kenyataan (Pernyataan ini TIDAK BOHONG)”

Dari 2 keterangan terkait Tawriyah ini, dapat diambil Kesimpulan bahwa:

  1. Nabi S.A.W di kisah ini TIDAK BERBOHONG, akan tetapi yang dilakukan Nabi S.A.W adalah Tawriyah, karena air disini memiliki 2 arti, yaitu arti dekat, tetapi bukan itu yang dimaksud Nabi, ialah “mata air”. Dan air disini juga memiliki arti yang jauh, tapi itulah yang dimaksud nabi, ialah “Air Dimana semua kehidupan berasal (air mani)”.
  2. Tawriyah BUKANLAH KEBOHONGAN, karena yang disebutkan Ketika seseorang melakukan Tawriyah pasti masih sesuai dengan fakta yang ada. Karena Tawriyah tidak lain hanyalah sebuah salah satu seni berbahasa Arab.

Kesimpulan :

Kita harus selalu yakin bahwa Nabi kita tidaklah mungkin pernah berbohong, karena menyebut nabi sebagai pembohong adalah pernyataan fitnah yang keji, dan merupakan pencemaran nama baik bagi nabi kita. Karena Nabi dan Rasul itu Mustahil bagi mereka untuk BERBOHONG. Semoga kita dilindungi oleh Allah S.W.T dari segala pernyataan keji terhadap Nabi kita Nabi Muhammad S.A.W.

Dan juga, dari sini, kita juga harus menghindari berbohong, karena Nabi Muhammad S.A.W sebagai teladan utama bagi ummatnya mencontohkan dengan memulai dari dirinya sendiri untuk selalu jujur.

Wallahu a’lam bish showab.