Teras Santri ( DR News )


Komunitas

Catatan Singkat untuk Santri Pengabdian

Menjaga Marwah Santri Melalui Pengabdian Berintegritas 

Ahad, 2025-07-13 | 12:58:12




Avatar

 

Menjaga Marwah Santri Melalui Pengabdian Berintegritas 

Khidmah bukan sekadar mengajar di dunia pendidikan. Ia adalah prinsip hidup yang bisa dilakukan di berbagai bidang—dakwah, sosial, manajerial, administrasi, bahkan dalam hal-hal teknis sekalipun. Bagi santri, setiap ruang kehidupan adalah lahan pengabdian, selama itu dilandasi niat tulus untuk memberi manfaat dan menjaga nilai-nilai luhur pesantren.

 

Santri bukan sekadar gelar, tetapi identitas yang melekat pada jiwa-jiwa yang telah ditempa dalam kawah pendidikan pesantren—tempat berpadu antara ilmu, adab, dan spiritualitas. Di balik sarung dan sorban mereka tersimpan mimpi besar dan cita-cita luhur. Namun, yang membedakan mereka dari lainnya adalah fondasi hidup yang kokoh: khidmah—pengabdian.

 

Bagi santri, khidmah bukan sekadar aktivitas sosial atau kewajiban formal, melainkan jalan hidup. Maka, ketika santri ditugaskan untuk mengabdi di lembaga-lembaga pendidikan, yang hadir bukan hanya seorang pengajar, tetapi sekaligus penjaga nilai, pembawa cahaya, dan pelaku transformasi.

Tiga Pilar Pengabdian

Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani pernah berpesan:

“ثباتُ العِلمِ بالمذاكرة، وبركتُه بالخدمة، ونفعُه برضا الشيخ.”

“Kokohnya ilmu diperoleh melalui mudzakarah (telaah), keberkahannya diraih melalui khidmah, dan manfaatnya hanya akan lahir dengan ridha guru.”

 

Dari pesan yang sangat mendalam ini, kita dapat memahami bahwa pengabdian santri tidak berjalan tanpa arah. Ia bertumpu pada tiga pilar utama yang menjadi fondasi kuat dalam setiap langkah mereka:

 

Amanah

Surat Keputusan (SK) pengabdian bukanlah sekadar secarik kertas administratif. SK adalah simbol amanah. Ia mencerminkan kepercayaan dari pesantren dan para guru untuk membawa nama baik lembaga dan mengemban tugas mulia. Ketika seorang santri membaca namanya tercantum dalam SK pengabdian, yang tertanam dalam benaknya bukanlah euforia, melainkan rasa tanggung jawab untuk menjaga marwah.

 

Ikhlas

Ikhlas adalah ruh dalam setiap bentuk khidmah. Tanpa ikhlas, pengabdian hanya menjadi beban. Santri telah terbiasa dididik untuk berbuat tanpa pamrih, melayani tanpa ingin dilayani, memberi tanpa mengharap kembali. Karakter inilah yang menjadi kekuatan utama, yang menjadikan pengabdian tetap hidup meski dalam keterbatasan. Karena yang dicari bukan pujian, melainkan keberkahan.

 

Memahami Aturan Main

Totalitas dalam pengabdian tidak berarti bertindak semaunya sendiri. Santri dibentuk untuk taat kepada sistem, memahami struktur, dan tunduk pada kebijakan lembaga. Mereka memahami bahwa keberhasilan pengabdian tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan personal, tetapi juga oleh kemampuan beradaptasi, bekerja sama, serta menjaga harmoni dengan visi dan tata kelola lembaga tempat mereka bertugas.

 

Santri dan Integritas di Dunia Pendidikan

Ketika santri mengabdi di lembaga pendidikan—baik formal maupun nonformal—ia dituntut untuk menjadi representasi nilai-nilai integritas. Karakter santri tidak hanya tercermin dalam kemampuan mengajar, tetapi juga dalam ketekunan, keteladanan, dan etos kerja.

Ia hadir bukan semata sebagai tenaga pengajar, tetapi sebagai pembentuk watak, penanam nilai, dan penyemai harapan. Integritas berarti menyatunya kata dan perbuatan, prinsip dan praktik. Di dunia pendidikan, di mana para peserta didik menjadikan gurunya sebagai cermin, maka integritas santri menjadi tiang utama yang tidak boleh goyah.

 

Menjadi Cahaya di Tengah Umat

Sebagaimana para pendahulu mereka yang diutus dari pesantren untuk menjadi pelita umat, santri masa kini pun melanjutkan estafet itu. Mereka hadir di ruang-ruang kelas, masjid-masjid kecil pelosok desa, atau di tengah masyarakat perkotaan yang haus akan keteladanan.

Apa pun bentuk tugasnya—mengajar, mendidik, mengelola, bahkan membersihkan lingkungan —selama semua itu diniatkan sebagai khidmah, maka semuanya bernilai ibadah di sisi Allah.

Pada akhirnya, pengabdian santri bukan tentang posisi atau jabatan. Ia tentang dedikasi, totalitas, dan kebermanfaatan. Sebab santri sejati tidak bertanya, “Di mana aku ditempatkan?” tetapi “Apa yang bisa aku berikan?” Di situlah letak kemuliaan santri.

“Santri itu tidak hanya dituntut cerdas, tapi juga ikhlas. Tidak cukup pintar, tapi juga harus sabar. Dan tidak sekadar mengajar, tapi juga mengabdi.”

Semoga pengabdian para santri senantiasa menjadi jalan keberkahan, penerang negeri, dan penjaga nilai-nilai luhur pendidikan Islam di mana pun mereka berada.